Tuesday, August 17, 2010

DERAI AIR MATA

Iing Faoky

Sejarah menjadi saksi, bukan hanya derai air mata insan yang menjadi kapital merebut kemerdekaan dari sang penjajah. Beraneka jenis dan bentuk kapital waktu itu digadaikan demi ibu pertiwi tercinta. Beribu janda rela sang suami pulang diusung keranda tinggal nama, menjadi pahlawan atau suhada. Kini ibu pertiwi terus meneteskan air mata kepiluan hingga menjadi sebuah telaga warna iba lantaran kemerdekaannya diisi dengan tetes-tetes darah arogansi, kecongkakan dan ketakpastian yang tak berujung dan bertepi.

Selengkapnya...

Sunday, August 15, 2010

MERDEKA DALAM, MERDEKA UNTUK

Iing Faoky

Setiap orang ingin merdeka dan tidak ingin terbelenggu. Merdeka bukan sesuatu yang mudah menggapainya dan atau melakukannya. Untuk itu kiranya perlu memahami tentang 'merdeka dalam' dan 'merdeka untuk'. Perlu waktu panjang untuk bisa memahami maknanya yang mngkin mengadopsi dari 'bebas dalam' dan bebas untuk'. Kemungkinan pun terbuka lebar telah banyak yang memahaminya. Berbagilah kawan bagi yang telah memahaminya, melalui kolom komentar ...

Selengkapnya...

Monday, May 24, 2010

YANG SAKRAL DAN YANG PROFAN

RosiChin M.

Kehidupan masyarakat dipenuhi warna warni kepentingan, ambisi dan kebutuhan, serta dihiasi tesis-tesis, premis-premis, teks-teks dan simbol-simbol yang bergelantungan menarik per-hati-an. Salah satu teks atau tesis yang menarik yakni 'Yang Sakral dan Yang Profan'. Mircea Eliade mengatakan Yang Profan: bidang kehidupan sehari-hari yang dilakukan secara teratur, acak, mudah dilupakan dan tidak terlalu penting. Yang Profan, tempat manusia berbuat salah dan selalu mengalami perubahan. Sedang Yang Sakral: yang supranatural, tidak mudah dilupakan dan amat penting. Yang Sakral, tempat segala kesempurnaan, tempat diamnya roh leluhur, kesatria dan dewa-dewi. Ia menambahkan, saat seseorang mengalami perjumpaan dengan Yang Sakral dia, merasakan menyentuh sesuatu yang nir duniawi, sesuatu realitas yang abadi tiada bandingannya. Dalam masyarakat sekuler yang hidup dalam peradaban modern, perjumpaan dengan Yang Sakral merupakan sesuatu yang menejutkan, berada dalam bawah sadar atau suatu mimpi-mimpi nostalgia, hanya suatu hasil imajinasi. Menurutnya pula Agama terpusat pada dan dari Yang Sakral. Hakikatnya Yang Sakral berdeda dengan Yang Profan.

Emile Durkheim dalam mengusung Yang sakral dan Yang Profan, pemikirannya selalu dalam konteks masyarakat dan kebutuhannya. Durkheim mengatakan: Yang Sakral: masalah sosial yang berkait dengan individu. Yang Profan: segala sesuatu yang hanya berkait dengan unsur-unsur individu. Sementara Rudolf Otto mengatakan bahwa Yang Sakral sesuatu yang mysterium, yang secara bersamaan sangat agung dan menakutkan. Yang Sakral sesuatu yang luar biasa, substansial, agung dan amat nyata. Ia menambahkan, waktu seorang mengalami perjumpaan dengan Yang Sakral dia akan merasakan dirinya bagaikan tidak ada, hanya sekedar kabut dan debu.

Kini perbedaan Yang Sakral dan Yang Profan amat tipis setipis plastik transparan. Kita bisa melihat salah satu contoh nyata waktu hari raya. Hari itu merupakan saat yang penting bagi yang merayakannya sebagai individu untuk hadir menghadap Yang Supernatural (Tuhan), usai sembahyang, waktu itu pun mengusung apa yang berkait dengan individu dalam konteks masyarakat dan kebutuhan hidup dan kehidupannya, seperti bicara bisnis dana atau pekerjaan . Contoh lain, sebongkah batu biasa, batu yang natural, Yang Profan ketika disentuh Supernatural, batu itu pun berubah menjadi batu suci yang menakjubkan yang di dalamnya terkandung Yang Sakral. Waktu terus berjalan seiring berjalannya sang mentari, kini Wanita itu sesuatu Yang Profan dan Pria sesuatu Yang Sakral atau sesuatu sebaliknya?

Selengkapnya...

Wednesday, April 7, 2010

NYANYIAN ZAMAN

Eros Ms

DADI WONG


dadi wong ojo
mencla mencle
bakal akeh musuhe

dadi wong ojo
plengas plengos
petitak petitik
bakal akeh sing ngayahi

dadi wong ojo mung
melu melu
runtang runtung
rena rene
bakal akeh sing nakoni

dadi wong ojo mung
ngguya ngguyu
mesam mesem
prengat prengut
plirak plirik
bakal akeh sing ngrasani

dadi wong kudu
unggah ungguh
guyab guyub
asah asih
silah silih
ora ngasorake
bakal akeh kancane


7 Desember 2010 M
1 muharram 1432 H



Den Ros

PERUBAHAN ZAMAN

tiada jaminan bahagia atas perubahan zaman
kini lebih baik bangun kampung bahagia

tiada jaminan sejahtera atas perubahan zaman
kini lebih baik bangun kampung sejahtera

tiada jaminan aman dari perubahan zaman
kini lebih baik bangun kampung aman

kekayaan dan keindahan kapital bangun kampung di tengah perubahan zaman

27-05-2010


GAYS BERNYANYI

Bernyanyilah Gays
Gays bernyanyi
menjadikan rumput-rumput bergoyang
menjadikan rembulan bersinar menembus lorong kegelapan

Bernyanyilah Gays
Gays bernyanyi
menjadikan kunang-kunang menerangi kelamnya malam
menjadikan jiwa-jiwa massa berteriak lantang di tengah lapang
menjadikan mayat-mayat bangun dari kuburnya
menelenjangi kehidupan yang penuh kepongahan

Bernyanyilah Gays
Gays bernyanyi
menjadikan cermin retak utuh kembali
orang berebut tuk mematut diri

Bernyanyilah Gays
bernyanyilah


MENGGAPAI KEINDAHAN

Sinar pencerahan menusuk sukma kala cintanya tertambat di sebuah Surau. Hembusan angin gugah asa anak muda,
sepanjang kakinya tapaki bumi sinar itu menemaninya mesra.

Sinar itu sinar keindahan, bukan sinar kepalsuan yang perlahan meredup berubah menjadi gelap. Gelap itu lorong penderitaan,
tak seorang pun ingin memasukinya.

Tak mudah gapai sinar pencerahan, selama butiran materi tutupi hati dan jari jemari diam tak gerak, sinar itu terus bergelayutan di awang.

sinar pencerahan datang
lorong gelap lari menghilang.


ANDAI AKU

andai kujadi raja, kan kutaburkan bunga kasih sayang
kritikan rakyat kuterima dengan lapang dada
senyum manis kutebarkan pada semua
marah dan dengki kan jauh kubuang

andai kujadi raja, kan kubuka lebar pintu penjara,
kubiarkan kosong sepi tanpa penghuni
para narapidana melangkah pulang ke rumah sendiri
menyanyi, menari sesuka hati
melepas kegalauan meneguk air surgawi
membuang dahaga yang menyiksa

andai mereka kembali mengumbar dusta
tiada kata tiada sapa kubawakan bunga kamboja
menemani langkahnya menuju neraka

andai kujadi raja, rakyat kan kurelakan
menapaki masa depannya penuh pencerahan.

21-11-09

Selengkapnya...

Saturday, January 30, 2010

TUHAN SUDAH MATI?


RosiChin M.

Rerumputan hijau menghampar di tengah lapang, jalan setapak bebatuan alami melintasinya menuju tempat duduk berpayung kain. Terlihat beberapa mahasiswa menempatinya. Eza mengawali dialog dengan lontaran proposisi, para agamawan pastinya takkan mengatakan: 'Tuhan sudah mati', bahkan takkan sedikit pun terbesit dalam pikiran dan atau hatinya, melainkan selalu berpandangan 'Tuhan tetap hidup, Tuhan takkan mati' manusia pun harus sujud pada-Nya. Sadewa menyahut, Nietzsche punya pikiran beda, ia berpandangan: 'Tuhan sudah mati'. Lantas Ayu pun menimpali, lantaran Tuhan sudah mati, manusia bebas berkreasi dan bisa menjadi Overman, bayang-bayang Tuhan di atas manusia menghilang bersama awan, dunia pun berada dalam genggaman tangannya. Manusia bebas menggulung dan menggelar dunia serta menjungkirbalikkan realita sambil tertawa.

Lala menambahkan Agama bagai bunga yang layu menguning, semerbak harumnya hilang tersapu angin di tengah padang kehidupan, Titah Tuhan pun tertelan bumi. Sementara Den Ros hanya tersenyum, menjadi pendengar setia atas dialog teman-temannya yang penuh makna, dan berguman dalan hati: manusialah yang mencipta tuhan, menghidupkan dan mematikannya. Sementara Lela yang suka bicara tak terlihat batang hidungnya entah di mana, mungkin sedang berjalan menyusuri lorong sosial yang dipenuhi jiwa-jiwa, dan hiasan warna warni lampu kehidupan. Sore mulai datang Eza dan teman-teman berkemas meninggalkan tempat dengan membawa sebongkah makna kehidupan.

Tiba-tiba Lela yang cantik tampak berlari sambil berpesan 'jangan pulang dulu'. Kawan-kawannya pun urung meninggalkan taman. Tanpa basa basi Lela bicara kapitalisme yang lepas dari konteks dialog Eza dan kawan-kawan. Kapitalisme melanda di mana-mana hingga di relung sukma, bahkan menjadi ideologinya. Kini langkah kaki insan dalam kehidupan dinilai dengan uang, seloroh Sadewa. Lala, Den Ros dan Eza tampaknya mengiyakan pandangan dua teman di atas. Kapital (Uang) menjadi segalanya dalam hidup dan kehidupan, bahkan nirwana pun bisa diraih dengan uang. Tak lama kemudian berlima meninggalkan taman dengan bergandeng tangan usai menikmati jajan yang disodorkan Lela. Rona pun tiba bersama mega-mega menemani kepulangannya.



Selengkapnya...